Pro dan Kontra Perayaan Natal_Bagian 4

Lanjutan dari bagian 3

Bagian 4

d)   Dalam Kristen maupun dalam kehidupan kita sehari-hari ada banyak hal yang berasal dari kekafiran, tetapi tetap dipertahankan, setelah dibuang kekafirannya. Sebagai contoh adalah gelar ‘raja di atas segala raja’ yang sudah kita bahas dalam posting sebelumnya. 

Berikut ini beberapa contoh lain:



1.   Nama ‘Lucifer’ (KJV) / ‘bintang timur’ (Yesaya 14:12), yang berasal dari astrology, suatu bentuk pemberhalaan.

Yesaya 14:12 - “‘Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa!”.
KJV: ‘How art thou fallen from heaven, O Lucifer, son of the morning! how art thou cut down to the ground, which didst weaken the nations!’ (= Bagaimana engkau jatuh dari surga, hai Lucifer / Bintang Timur, putera pagi / Fajar! bagaimana engkau ditebang / dijatuhkan ke tanah, yang melemahkan bangsa-bangsa!).

Dari ‘International Standard Bible Encyclopedia’ dengan topik ‘ASTROLOGY’:
“THE WORSHIP OF THE HEAVENLY BODIES THE FORM OF IDOLATRY TO WHICH THE ISRAELITES WERE MOST PRONE: ... 5. Lucifer, the Shining Star” (= Penyembahan terhadap benda-benda surgawi / angkasa; bentuk pemberhalaan terhadap mana bangsa Israel paling condong: ... 5. Lucifer, bintang yang bersinar).

UBS New Testament Handbook Series (tentang 2Petrus 1:19): “The ‘morning star’ is phoosphoros in Greek, a word that refers to the planet Venus and the Greek goddess Artemis. Some scholars have argued that, since phoosphoros means ‘daybreak,’ it cannot refer to Venus but to the sun. But in ordinary usage phoosphoros does refer to Venus, which rises with the dawn and, in a manner of speaking, introduces light into the world. Once again we see Greek culture being used as a vehicle for the Christian message. Here the ‘morning star’ stands for the Messiah, or Christ (see Number 24:17; Reelationv 22:16), who will bring light into the hearts of believers, in much the same way as the morning star brings light into a dark world” [= ‘Bintang pagi’ adalah PHOOSPHOROS dalam bahasa Yunani, suatu kata yang menunjuk pada planet Venus dan dewi Yunani Artemis. Beberapa / sebagian sarjana telah berargumentasi bahwa, karena PHOOSPHOROS berarti ‘fajar menyingsing’, itu tidak bisa menunjuk pada Venus tetapi pada matahari. Tetapi dalam penggunaan biasa PHOOSPHOROS memang menunjuk pada Venus, yang muncul / terbit bersama subuh / fajar dan, boleh dikatakan, membawa terang ke dalam dunia. Sekali lagi kita melihat kebudayaan Yunani digunakan sebagai suatu sarana untuk berita Kristen. Di sini ‘bintang pagi’ berarti sang Mesias, atau Kristus (lihat Bilangan 24:17; Wahyu 22:16), yang akan membawa terang ke dalam hati orang-orang percaya, dengan cara yang sama seperti bintang pagi membawa terang ke dalam dunia yang gelap].


Tetapi nama Lucifer’ / ‘bintang timur’ ini akhirnya dipakai oleh Yesus untuk diriNya sendiri dalam Wahyu 22:16 - “‘Aku, Yesus, telah mengutus malaikatKu untuk memberi kesaksian tentang semuanya ini kepadamu bagi jemaat-jemaat. Aku adalah tunas, yaitu keturunan Daud, bintang timur yang gilang-gemilang.’”.


Kalau Yesus sendiri boleh menggunakan suatu nama yang berasal dari kekafiran untuk diriNya sendiri, lalu mengapa kita tidak boleh?



Catatan: sebetulnya merupakan sesuatu yang salah untuk mengatakan bahwa kata Lucifer itu menunjuk kepada pemimpin malaikat yang lalu jatuh dan menjadi setan.
  • Kata / nama ‘Lucifer’ hanya muncul satu kali dalam Kitab Suci, yaitu dalam Yesaya 14:12, dan itupun hanya dalam versi-versi Kitab Suci tertentu, seperti KJV, NKJV, Living Bible. Selain ketiga versi ini, saya tidak tahu apakah ada versi lain lagi yang menterjemahkannya seperti itu.
  • Kata / nama ‘Lucifer’, berarti ‘light-bearer’ (= pembawa terang), dan merupakan nama bahasa Latin untuk planet Venus, benda yang paling terang di langit selain matahari dan bulan, yang kelihatan sebagai suatu bintang, kadang-kadang pada malam dan kadang-kadang pada pagi (‘The New Bible Dictionary’).


Kata ‘bintang timur’ / ‘Lucifer’ dalam Yesaya 14:12 ini lalu ditujukan kepada Iblis / setan, karena:

- kontex dari Yesaya 14:12, khususnya Yesaya 14:12-14 yang berbunyi: “(12) Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! (13) Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. (14) Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!”, 

- dihubungkan dengan ayat-ayat seperti:
  • Lukas 10:18 - “Lalu kata Yesus kepada mereka: ‘Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit.”.
  • Wahyu 9:1 - “Lalu malaikat yang kelima meniup sangkakalanya, dan aku melihat sebuah bintang yang jatuh dari langit ke atas bumi, dan kepadanya diberikan anak kunci lobang jurang maut”.
  • Wahyu 12:9 - “Dan naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya”.

Tetapi, sekalipun penafsiran seperti ini sangat populer, ini adalah penafsiran yang salah, karena:

a.   Jelas bahwa dalam Yesaya 14 istilah ‘Bintang Timur’ / ‘Lucifer’ itu sebetulnya menunjuk kepada raja Babel.
Yesaya 14:4,22-23 - “(4) maka engkau akan memperdengarkan ejekan ini tentang raja Babel, dan berkata: ‘Wah, sudah berakhir si penindas sudah berakhir orang lalim! ... (22) ‘Aku akan bangkit melawan mereka,’ demikianlah firman TUHAN semesta alam, ‘Aku akan melenyapkan nama Babel dan sisanya, anak cucu dan anak cicitnya,’ demikianlah firman TUHAN. (23) ‘Aku akan membuat Babel menjadi milik landak dan menjadi air rawa-rawa, dan kota itu akan Kusapu bersih dan Kupunahkan,’ demikianlah firman TUHAN semesta alam”.

b.   Kejatuhan raja Babel dalam Yesaya 14:12-14 itu merupakan peristiwa sejarah.
Peristiwa sejarah tidak boleh dilambangkan / dialegorikan. Peristiwa sejarah hanya bisa menjadi TYPE (bayangan), tetapi kalau demikian, maka peristiwa itu akan menunjuk ke masa depan, karena TYPE tidak pernah menunjuk ke masa lalu. Padahal kejatuhan setan terjadi di masa lalu. Karena itu, saya menganggap bahwa text tersebut (Yesaya 14) itu sama sekali tidak berbicara tentang setan maupun kejatuhannya. Kalau saudara merasa bahwa penggambaran tentang raja Babel (perhatikan bagian-bagian yang saya garis-bawahi dalam Yesaya 14:12-14) rasanya tidak menunjuk kepada seorang manusia, maka ingatlah bahwa bagian ini berbentuk suatu puisi, dan karenanya menggunakan bahasa puisi, yang tentunya tidak bisa diartikan secara hurufiah.

Untuk mendukung pandangan saya ini, saya memberikan 2 kutipan di bawah ini, yang merupakan komentar John Calvin dan Adam Clarke tentang Yesaya 14:12.

Calvin: “The exposition of this passage, which some have given, as if it referred to Satan, has arisen from ignorance; for the context plainly shows that these statements must be understood in reference to the king of the Babylonians. But when passages of Scripture are taken at random, and no attention is paid to the context, we need not wonder that mistake of this kind frequently arise. Yet it was an instance of very gross ignorance, to imagine that Lucifer was the king of devils, and that the Prophet gave him this name. But as these inventions have no probability whatever, let us pass by them as useless fables” (= Exposisi yang diberikan oleh beberapa orang tentang text ini, seakan-akan text ini menunjuk kepada setan / berkenaan dengan setan, muncul / timbul dari ketidak-tahuan; karena kontex secara jelas menunjukkan bahwa pernyataan-pernyataan ini harus dimengerti dalam hubungannya dengan raja Babel. Tetapi pada waktu bagian-bagian Kitab Suci diambil secara sembarangan, dan kontex tidak diperhatikan, kita tidak perlu heran bahwa kesalahan seperti ini muncul / timbul. Tetapi itu merupakan contoh dari ketidak-tahuan yang sangat hebat, untuk membayangkan bahwa Lucifer adalah raja dari setan-setan, dan bahwa sang nabi memberikan dia nama ini. Tetapi karena penemuan-penemuan ini tidak mempunyai kemungkinan apapun, marilah kita mengabaikan mereka sebagai dongeng / cerita bohong yang tidak ada gunanya) - hal 442.

Adam Clarke: “And although the context speaks explicitly concerning Nebuchadnezzar, yet this has been, I know not why, applied to the chief of the fallen angels, who is most incongruously denominated Lucifer, (the bringer of light!) an epithet as common to him as those of Satan and Devil. That the Holy Spirit by his prophets should call this arch-enemy of God and man the light-bringer, would be strange indeed. But the truth is, the text speaks nothing at all concerning Satan nor his fall, nor the occasion of that fall, which many divines have with great confidence deduced from this text. O how necessary it is to understand the literal meaning of Scripture, that preposterous comments may be prevented!” [= Dan sekalipun kontexnya berbicara secara explicit tentang Nebukadnezar, tetapi entah mengapa kontex ini telah diterapkan kepada kepala dari malaikat-malaikat yang jatuh, yang secara sangat tidak pantas disebut / dinamakan Lucifer (pembawa terang!), suatu julukan yang sama umumnya bagi dia, seperti Iblis dan Setan. Bahwa Roh Kudus oleh nabiNya menyebut musuh utama dari Allah dan manusia sebagai ‘pembawa terang’, betul-betul merupakan hal yang sangat aneh. Tetapi kebenarannya adalah, text ini tidak berbicara sama sekali tentang Setan maupun kejatuhannya, ataupun saat / alasan kejatuhan itu, yang dengan keyakinan yang besar telah disimpulkan dari text ini oleh banyak ahli theologia. O alangkah pentingnya untuk mengerti arti hurufiah dari Kitab Suci, supaya komentar-komentar yang gila-gilaan / tidak masuk akal bisa dicegah!] - hal 82.


2.   Kata ‘Behold’ / ‘Lihatlah’ dalam Yesaya 7:14 diambil dari kekafiran dan diterapkan pada kelahiran Kristus.

Yesaya 7:14 - “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel”.
KJV: ‘Therefore the Lord himself shall give you a sign; Behold, a virgin shall conceive, and bear a son, and shall call his name Immanuel’ (= Karena itu, Tuhan sendiri akan memberimu suatu tanda; Lihatlah, seorang perawan akan mengandung, dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan akan menamaiNya Immanuel).

E. J. Young: “‘Behold!’ ... It has also appeared in the texts from Ugarit. ... In Ugarit it had been used to announce the birth of gods, nonexistent beings who were a part of that web of superstition which covered the ancient pagan world. On Isaiah’s lips, however, this formula is lifted from its ancient pagan context and made to introduce the announcement of the birth of the only One who truly is God and King” (= ‘Lihatlah!’ ... Kata itu juga muncul dalam text-text dari Ugarit. ... Di Ugarit kata itu telah digunakan untuk mengumumkan kelahiran allah-allah / dewa-dewa, makhluk-makhluk yang tidak mempunyai keberadaan yang merupakan sebagian dari jaringan takhyul yang meliputi dunia kafir kuno. Tetapi di bibir Yesaya, formula ini diangkat dari kontex kafir kunonya dan digunakan untuk mengajukan pengumuman tentang kelahiran dari satu-satunya ‘Makhluk’ yang sungguh-sungguh adalah Allah dan Raja) - ‘The Book of Isaiah’, vol I, hal  284-285.

Kalau Yesaya boleh menggunakan kata yang berasal dari orang kafir dalam urusan berhala mereka, dan menggunakannya untuk menubuatkan kelahiran Kristus, mengapa orang Kristen jaman sekarang menolak Natal dengan alasan itu berasal dari orang kafir / penyembah berhala?


3.   Kata Yunani THEOS (= Allah) mungkin juga berhubungan dengan kekafiran, seperti yang dikatakan oleh Bavinck di bawah ini.

Herman Bavinck: “Formerly the Greek word THEOS was held to be derived from TITHENAI, THEEIN, THEASTHAI. At present some philologists connect it with Zeus, Dios, Jupiter, Deus, Diana, Juno, Dio, Dieu. So interpreted it would be identical with the Sanskrit ‘deva,’ the shinning heaven, from ‘divorce’ to shine. Others, however, deny all etymological connection between the Greek word THEOS and the Latin Deus and connect the former with the root THES in THESSASTHAI to desire, to invoke. In many languages the words ‘heaven’ and ‘God’ are used synonymously; the oldest Grecian deity Uranus was probably identical with the Sanskrit Varuna; the Tartar and Turkish word ‘Taengri’ and the Chinese word ‘Thian’ mean both heaven and God; and also in Scripture the words heaven and God are sometimes used interchangeably; e.g., in the expression ‘kingdom of heaven’ or ‘kingdom of God.’” (= Dahulu dipercaya bahwa kata Yunani THEOS diturunkan dari TITHENAI, THEEIN, THEASTHAI. Pada saat ini beberapa ahli bahasa menghubungkannya dengan Zeus, Dios, Jupiter, Deus, Diana, Juno, Dio, Dieu. Ditafsirkan demikian, maka kata itu menjadi identik dengan kata Sansekerta ‘deva’, ‘langit / surga yang berkilau / bersinar’, dan berasal dari kata ‘div’ yang berarti ‘berkilau / bersinar’. Tetapi para ahli bahasa yang lain menyangkal semua hubungan asal usul kata antara kata Yunani THEOS dan kata Latin DEUS dan menghubungkan kata THEOS itu dengan akar kata THES dalam THESSASTHAI, yang berarti ‘menginginkan’, ‘meminta / memohon’) - ‘The Doctrine of God’, hal 98-99.

Juga bandingkan dengan kata-kata Dabney di bawah ini.

R. L. Dabney: “... the Greek and Latin names of God, Zeus and Jove. ... Now the votaries of the comparative philology of modern days, will have Zeus derived (by a change of Z to its cognate D,) from the sanscrit root, Dis, whose root-meaning was supposed to be ‘splendour.’ To the same source they trace THEOS, Deus, Divus, Dies, &c. ... But as to Zeus and Jove, may not another etymology be more probable? (as is confessed by some of the best Greek scholars) that Zeus is from Zeo, Zao, ‘I live,’ and Zoe, ‘life.’ Notice, then, the strange resemblance, almost an identity, between ‘Jehovah,’ and ‘Jove.’ The latter, with ‘pater,’ makes the Latin nominative Jupiter - Jov-Pater - father Jove. If this origin is true, then we have the Greek name of the chief God, Zeus, involving the same fundamental idea; ‘The Living One,’ - the self-existent source of life. This is much more explanatory of the early myths touching Jove, as the ‘Father of Gods and men,’ than the primary idea of the supposed sanscrit root” [= ... nama-nama Allah dalam bahasa Yunani dan Latin, Zeus dan Jove. ... Sekarang penggemar-penggemar dari ilmu perbandingan bahasa jaman modern, menurunkan kata Zeus (dengan suatu perubahan dari Z kepada D yang asal usulnya sama), dari akar kata Sansekerta, Dis, yang arti akar katanya dianggap sebagai ‘semarak / kemegahan’. Kepada sumber / asal usul yang sama mereka menelusuri THEOS, Deus, Divus, Dies, &c. ... Tetapi berkenaan dengan Zeus dan Jove, tidak bisakah etymology / asal usul kata yang lain lebih memungkinkan? (seperti yang diakui oleh sebagian ahli-ahli bahasa Yunani yang terbaik) bahwa Zeus berasal dari Zeo, Zao, ‘Aku hidup’, and Zoe,  ‘kehidupan’. Lalu perhatikan kemiripan, dan bahkan hampir merupakan suatu keindetikan, yang aneh, antara ‘Yehovah’ dan ‘Jove’. Yang terakhir, dengan ‘pater’, membuat kata nominatif bahasa Latin ‘Yupiter’ - ‘Yov-Pater’ - ‘bapa Jove’. Jika asal usul ini benar, maka kita mempunyai nama Yunani dari Allah utama / tertinggi, Zeus, melibatkan pengertian dasar yang sama; ‘Yang Hidup’, - sumber kehidupan yang ada dari dirinya sendiri. Ini lebih memberi penjelasan dari mitos-mitos mula-mula mengenai Jove, sebagai ‘Bapa dari Allah-Allah dan manusia-manusia’, dari pada pengertian utama dari akar kata Sansekerta yang diduga] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 145 (footnote).

Memang dalam Kitab Suci kata Elohim, Theos, dsb, dipakai, baik untuk menunjuk kepada Allah yang benar, maupun kepada dewa-dewa / berhala-berhala kafir, bahkan kepada setan (1Samuel 28:13  2Korintus 4:4). Apakah kita harus membuang penggunaan istilah itu?

1Samuel 28:13 - “Maka berbicaralah raja kepadanya: ‘Janganlah takut; tetapi apakah yang kaulihat?’ Perempuan itu menjawab Saul: ‘Aku melihat sesuatu yang ilahi (Ibrani: ELOHIM) muncul dari dalam bumi.’”.
Istilah ELOHIM, yang biasanya diterjemahkan ‘Allah’, di sini diterjemahkan ‘sesuatu yang ilahi’, dan pasti menunjuk kepada setan.

2Korintus 4:4 - “yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah (THEOS) zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah”.
Istilah ‘ilah zaman ini’ tentu menunjuk kepada setan.


4.   Istilah dalam Wahyu 1:4 yang digunakan untuk Allah juga mempunyai banyak kemiripan dengan istilah-istilah yang digunakan terhadap dewa kafir.
Wahyu 1:4 - “Dari Yohanes kepada ketujuh jemaat yang di Asia Kecil: Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu, dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, dan dari ketujuh roh yang ada di hadapan takhtaNya”.

Barnes’ Notes (tentang Wahyu 1:4): “It is remarkable that there are some passages in pagan inscriptions and writings which bear a very strong resemblance to the language used here by John respecting God. Thus, Plutarch (De Isa. et Osir., p. 354.), speaking of a temple of Isis, at Sais, in Egypt, says, ‘It bore this inscription -- ‘I am all that was, and is, and shall be, and my vail no mortal can remove’’ -- ... . So Orpheus (in Auctor. Lib. de Mundo), ‘Jupiter is the head, Jupiter is the middle, and all things are made by Jupiter.’ So in Pausanias (Phocic. 12), ‘Jupiter was; Jupiter is; Jupiter shall be.’” [= Merupakan sesuatu yang luar biasa bahwa ada beberapa text dalam prasasti-prasasti dan tulisan-tulisan kafir yang mengandung suatu kemiripan yang sangat kuat dengan bahasa / ungkapan yang digunakan oleh Yohanes di sini berkenaan dengan Allah. Sesuai dengan itu, Plutarch (De Isa. et Osir., p 354.), berbicara tentang kuil dari Isis, di Sais, di Mesir, berkata: ‘Itu mengandung tulisan ini - ‘Aku adalah semua yang dahulu ada, dan sekarang ada, dan yang akan datang, dan tidak seorangpun bisa menyingkirkan cadar(?)ku’’ - ... Demikian juga Orpheus (in Auctor. Lib. de Mundo), ‘Yupiter adalah kepala, Yupiter adalah tengah-tengah, dan segala sesuatu dibuat oleh Yupiter’. Demikian juga dalam Pausanias (Phocic. 12), ‘Yupiter ada dahulu; Yupiter ada sekarang; Yupiter akan ada’.] - hal 1543.


5.   Pada jaman dahulu (Perjanjian Lama) banyak orang kafir menyembah benda-benda angkasa, termasuk bintang.

2Raja-raja 23:5 - “Ia memberhentikan para imam dewa asing yang telah diangkat oleh raja-raja Yehuda untuk membakar korban di bukit pengorbanan di kota-kota Yehuda dan di sekitar Yerusalem, juga orang-orang yang membakar korban untuk Baal, untuk dewa matahari, untuk dewa bulan, untuk rasi-rasi bintang dan untuk segenap tentara langit”.
Amos 5:26 - “Kamu akan mengangkut Sakut, rajamu, dan Kewan, dewa bintangmu, patung-patungmu yang telah kamu buat bagimu itu”.
Kisah Para Rasul 7:43 - “Tidak pernah, malahan kamu mengusung kemah Molokh dan bintang dewa Refan, patung-patung yang kamu buat itu untuk disembah. Maka Aku akan membawa kamu ke dalam pembuangan, sampai di seberang sana Babel”.

Juga bintang dipakai sebagai alat meramal (horoscope) seperti dalam Yesaya 47:13 - “Engkau telah payah karena banyaknya nasihat! Biarlah tampil dan menyelamatkan engkau orang-orang yang meneliti segala penjuru langit, yang menilik bintang-bintang dan yang pada setiap bulan baru memberitahukan apa yang akan terjadi atasmu!”.

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘nature worship’, ‘Stars and constellations’: “True star worship existed only among some ancient civilizations associated with Mesopotamia, where star worship was practiced” (= Penyembahan bintang yang sesungguhnya hanya ada di antara beberapa kebudayaan kuno yang bersekutu dengan Mesopotamia, dimana penyembahan bintang dipraktekkan).


Tetapi pada waktu kelahiran Kristus, bintang dipakai oleh Allah untuk memimpin orang-orang Majus untuk bisa menemukan Kristus.

Matius 2:2,7,9-10 - “(2) dan bertanya-tanya: ‘Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintangNya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.’ ... (7) Lalu dengan diam-diam Herodes memanggil orang-orang majus itu dan dengan teliti bertanya kepada mereka, bilamana bintang itu nampak. ... (9) Setelah mendengar kata-kata raja itu, berangkatlah mereka. Dan lihatlah, bintang yang mereka lihat di Timur itu mendahului mereka hingga tiba dan berhenti di atas tempat, di mana Anak itu berada. (10) Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersukacitalah mereka”.

Mengapa Allah mau menggunakan bintang, yang tadinya merupakan ‘alat kafir’ ini, sebagai alatNya untuk menunjukkan Kristus kepada orang-orang Majus?


6.   Tahun Baru dan perayaannya juga berasal dari kekafiran.

Saksi Yehuwa mengatakan: “Menurut ‘The World Book Encyclopedia, ‘Penguasa Roma Julius Caesar menetapkan tanggal 1 Januari sebagai Hari Tahun Baru pada tahun 46 S.M. Orang-orang Roma membaktikan hari ini kepada Yanus, dewa dari gerbang, pintu, dan awal mula. Bulan Januari disebut menurut nama Yanus, yang mempunyai dua wajah - satu melihat ke depan dan yang lainnya melihat ke belakang.’ - (1984), Jil. 14, h. 237.” - ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 133.

Secara implicit Saksi Yehuwa menentang perayaan tahun baru dengan alasan ini. Dengan kata lain, mereka menentang perayaan Tahun Baru karena berbau kafir, atau berasal usul kafir. Haruskah kita mengikuti Saksi-Saksi Yehuwa yang sesat ini, dengan mulai sekarang mengabaikan Tahun Baru dan perayaannya?


7.   Orang Kristen berbakti pada hari yang dalam bahasa Inggris disebut ‘Sunday’, yang berasal dari nama hari raya kafir.

Microsoft Encarta Reference Library 2003: “‘Sunday,’ first day of the week. Its English name and its German name ( Sonntag) are derived from the Latin dies solis, ‘sun’s day,’ the name of a pagan Roman holiday. In the New Testament (see Revelation 1:10) it is called the Lord’s Day (Dominica in the Latin version), from which the name of Sunday is derived in Romance languages (French Dimanche; Italian Domenica; Spanish Domingo; Roman Duminica). In the early days of Christianity, Sunday began to replace the Sabbath and to be observed to honor the resurrection of Christ. Sunday was instituted as a day of rest, consecrated especially to the service of God, by the Roman emperor Constantine the Great” [= ‘Minggu’, hari pertama dari suatu minggu. Nama bahasa Inggris dan bahasa Jermannya (Sonntag) diturunkan / didapatkan dari kata bahasa Latin ‘dies solis’, ‘hari matahari’, nama dari hari raya Roma kafir. Dalam Perjanjian Baru (lihat Wahyu 1:10) itu disebut ‘Hari Tuhan’ (‘Dominica’ dalam versi Latin), dari mana nama ‘Sunday’ didapatkan dalam bahasa-bahasa Romance (Perancis ‘Dimanche’; Italy ‘Domenica’; Spanyol ‘Domingo’; Romawi ‘Duminica’). Pada hari-hari awal dari kekristenan, Minggu mulai menggantikan Sabat dan diperingati / dihormati untuk menghormati kebangkitan Kristus. Hari Minggu ditetapkan sebagai hari istirahat, dipersembahkan secara khusus untuk pelayanan / ibadah kepada Allah, oleh kaisar Romawi Kontantin yang Agung].

Apakah kita tidak boleh berbakti pada hari itu, karena hari itu berasal usul dari hari raya kafir? Atau apakah kita sebagai orang-orang Kristen harus mengubah nama hari itu? Apakah orang Kristen tidak boleh menggunakan istilah ‘Sunday School’ (= Sekolah Minggu)?

Juga, semua nama hari dalam bahasa Inggris dan juga nama-nama bulan seperti Januari, dan sebagainya, berasal dari nama-nama dewa atau dari nama-nama kaisar Romawi yang didewakan. Apakah kita sebagai orang-orang kristen tidak boleh memakai nama-nama hari dan bulan itu?


8.   Kebiasaan melakukan ‘toast’ (bersulang) dalam perayaan pernikahan juga berasal dari tradisi kafir dalam penyembahan berhala. Tetapi boleh dikatakan semua orang Kristen melakukan ‘toast’ tersebut.

Dalam tafsirannya tentang 1Korintus 10:21 Albert Barnes mengatakan: “In the feasts in honor of the gods, wine was poured out as a libation, or drank by the worshippers; .... The custom of drinking ‘toasts’ at feasts and celebrations arose from this practice of pouring out wine, or drinking in honor of the pagan gods; and is a practice that still partakes of the nature of paganism. It was one of the abominations of paganism to suppose that their gods would be pleased with the intoxicating drink. Such a pouring out of a libation was usually accompanied with a prayer to the idol god, that he would accept the offering; that he would be propitious; and that he would grant the desire of the worshipper. From that custom the habit of expressing a sentiment, or proposing a toast, uttered in drinking wine, has been derived” (= Dalam pesta-pesta untuk menghormati dewa-dewa, anggur dicurahkan sebagai suatu upacara pencurahan, atau diminum oleh penyembah-penyembah itu; ... Kebiasaan untuk minum toast pada pesta-pesta dan perayaan-perayaan muncul dari praktek pencurahan anggur ini, atau minum untuk menghormati dewa-dewa kafir; dan merupakan suatu praktek yang tetap mengambil bagian dalam sifat dasar / hakekat dari kekafiran. Merupakan sesuatu yang menjijikkan dari kekafiran untuk menganggap bahwa dewa-dewa mereka disenangkan dengan minuman yang memabukkan. Pencurahan minuman keras seperti itu biasanya disertai dengan suatu doa kepada dewa berhala, supaya ia menerima persembahan itu; supaya ia bermurah hati / senang; dan supaya ia mau mengabulkan keinginan dari si penyembah. Dari tradisi itu telah didapatkan kebiasaan untuk menyatakan suatu permohonan, atau pengajuan ‘toast’, dinyatakan dengan peminuman anggur).


9.   Seluruh Kanaan dulunya adalah negeri kafir yang dipenuhi dengan penyembahan berhala. Tetapi Tuhan mengambilnya dan memberikannya kepada bangsa pilihanNya, dan Kanaan lalu menjadi Holy Land, dan Bait Allah dibangun di sana.


10. Bahasa Yunani juga merupakan bahasa bangsa kafir, tetapi lalu diambil dan digunakan sebagai bahasa asli dari Kitab Suci.


Kata Yunani PAROUSIA berasal dari kekafiran.

UBS New Testament Handbook Series (tentang 2Petrus 1:16): “‘Coming,’ on the other hand, is a Greek term for the appearance of a god (parousia); when used of Christ it refers primarily to his future coming in glory (see Matthew  24:3,27; 1 Corinthians  15:23; 1 Thessalonians  3:13; 4:15; James 5:7-8; 1 John 2:28)” [= ‘Kedatangan’, di sisi lain, adalah suatu istilah Yunani untuk suatu pemunculan / penampilan dari seorang dewa (parousia); pada waktu digunakan tentang Kristus, itu terutama menunjuk pada kedatangannya yang akan datang dalam kemuliaan (lihat Matius 24:3,27; 1Korintus 15:23; 1Tesalonika 3:13; 4:15; Yakobus 5:7-8; 1Yohnes 2:28)].


Kata Yunani HADES juga berasal dari kekafiran / nama dewa.

Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible: “Hades or Pluto (Dis), god of the dead” [= Hades atau Pluto (Dis), dewa dari orang mati] - hal 158.
Catatan: mengingat ‘Hades’ adalah nama dewa, apakah kata Yunani HADES yang begitu banyak digunakan dalam Kitab Suci, tidak seharusnya dihapuskan saja atau diganti dengan kata lain?



Kesimpulan: karena dunia ini dulunya seluruhnya kafir, adalah mustahil bagi kita untuk menghindari hal-hal yang berasal dari kekafiran. Jadi selama kekafiran itu bisa disaring / dibersihkan, tidak jadi soal dengan hal-hal yang asal usulnya kafir itu.


Bersambung ke bagian 5


Sumber : Golgotha Ministry, Bolehkah Merayakan Natal? oleh Pdt. Budi Asali, M.Div.

Daftar isi, posting bagian 4 


Macam-macam alasan untuk menentang Natal dan jawabannya 

Lanjutan point 5) Natal berasal dari kekafiran

d) Dalam Kekristenan / hidup sehari-hari ada banyak hal diambil dari kekafiran

         1. Nama ‘Lucifer’ / ‘Bintang Timur’
         2. Kata ‘Behold’ / ‘Lihatlah’ dalam Yesaya 7:14
         3. Kata Yunani THEOS (= Allah)
         4. Istilah dalam Wahyu 1:4
         5. Bintang
         6. Tahun baru dan perayaannya
         7. Kata ‘Sunday’, nama hari dan bulan dalam bahasa Inggris
         8. Toast (bersulang)
         9. Kanaan
       10. Bahasa Yunani
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar